SYUKUR DAN QONAAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Akhlak merupakan suatu hal yang paling penting
dan paling utama untuk diperhatikan dalam menjalani kehidupan manusia. Saking
penting dan utamanya akhlak tersebut, Nabi Muhammad saw diutus oleh Allah swt
menjadi seorang rasul di bumi untuk “Liutammima makarimal akhlak”, yaitu
menyempurnakan akhlak manusia.
Akhlak yang sempurna adalah akhlak yang sesuai
dengan isi Al Qur’an yang diajarkan Nabi. Namun, pada saat ini kita melihat
kenyataan semakin memburuknya akhlak manusia karena pengaruh
perkembangan zaman dan pengaruh arus globalisasi.
perkembangan zaman dan pengaruh arus globalisasi.
Masyarakat yang haus akan hal-hal duniawi dan
selalu merasa kurang atas apa yang telah mereka miliki telah mendominasi dunia
pada saat ini. Hal itu menjadi penyebab kurangnya masyarakat untuk meningkatkan
kualitas spiritualnya, dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhannya. Jadi, tidak heran jika banyak ulama menyebutkan bahwa kita telah
memasuki akhir zaman.
Dari latar belakang tersebut di atas, penulis
akan membahas masalah tentang bagian dari akhlak mahmudah, yaitu syukur dan qonaah,
dengan harapan makalah yang kami susun ini dapat menjadi pengingat dan motivasi
untuk pembaca agar bisa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan melalui penerapan
salah satu bagian dari akhlak mahmudah tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Untuk mempermudah dalam menyusun pembahasan
makalah ini, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang disebut
dengan syukur?
2.
Apa
dasar-dasar perintah syukur?
3.
Apa fungsi
syukur?
4.
Apa yang
disebut dengan qonaah?
5.
Apa
dasar-dasar perintah qonaah?
6.
Apa fungsi
qonaah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SYUKUR
1.
Pengertian
Syukur
Syukur menurut
bahasa artinya membuka dan menyatakan, yaitu membuka dan menyatakan kenikmatan
kepada orang lain, baik secara lisan dengan mengucapkan terima kasih atau
Alhamdulillah (kepada Allah swt), maupun melalui perbuatan dengan bersedekah
atau melakukan sifat terpuji lainnya.
Sedangkan syukur
menurut istilah adalah menggunakan seluruh nikmat yang diberikan Allah swt
untuk taat kepadaNya dan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat. Dengan
kata lain, syukur merupakan suatu sikap perilaku seseorang yang merasa tenang,
puas, dan berterima kasih atas segala nikmat yang diberikan Allah swt
kepadanya.[1]
2.
Dasar-dasar
Perintah Syukur
Pada dasarnya,
Allah swt tidak mewajibkan manusia untuk bersyukur tetapi manusialah yang sebenarnya
lebih membutuhkannya. Jika banyak di antara manusia yang bersyukur, Allah swt
tidak mengambil keuntungan sedikit pun dari syukurnya. Begitu pula sebaliknya,
jika banyak manusia bahkan seluruh manusia yang kufur atau tidak mau bersyukur,
Allah swt tidak akan pernah merasa rugi. Akan tetapi segala sesuatu yang
dilakukan oleh manusia akan kembali pada dirinya sendiri.
Terdapat
banyak dasar-dasar perintah untuk bersyukur, di antaranya:
a.
Dalam surat An
Naml ayat 40
tA$s% Ï%©!$# ¼çnyZÏã ÒOù=Ïæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# O$tRr& y7Ï?#uä ¾ÏmÎ/ @ö6s% br& £s?öt y7øs9Î) y7èùösÛ 4 $£Jn=sù çn#uäu #
É)tGó¡ãB ¼çnyZÏã tA$s% #x»yd `ÏB È@ôÒsù În1u þÎTuqè=ö6uÏ9 ãä3ô©r&uä ÷Pr& ãàÿø.r& ( `tBur ts3x© $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù În1u @ÓÍ_xî ×LqÌx. ÇÍÉÈ
Artinya: Berkatalah seorang yang
mempunyai ilmu dari AI Kitab[2]:
"Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip".
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun
berkata: "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku
bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur
maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha
Mulia".
b.
Dalam surat
Ibrahim ayat 7
øÎ)ur c©r's? öNä3/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyÎV{ ( ûÈõs9ur ÷Länöxÿ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓÏt±s9 ÇÐÈ
Artinya: Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih".
c.
Dalam surat Al
Baqarah ayat 152
þÎTrãä.ø$$sù öNä.öä.ør& (#rãà6ô©$#ur Í< wur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
Artinya: Karena itu, ingatlah kamu
kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[3],
dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
d.
Dalam surat Al
Imron ayat 144
$tBur î£JptèC wÎ) ×Aqßu ôs% ôMn=yz `ÏB Ï&Î#ö7s% ã@ß9$# 4 û'ïÎ*sùr& |N$¨B ÷rr& @ÏFè% ÷Läêö6n=s)R$# #n?tã öNä3Î6»s)ôãr& 4 `tBur ó=Î=s)Zt 4n?tã Ïmøt6É)tã `n=sù §ÛØt ©!$# $\«øx© 3 Ìôfuyur ª!$# tûïÌÅ6»¤±9$# ÇÊÍÍÈ
Artinya: Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[4].
Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa
yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada
Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.
Rasa syukur
dinyatakan dengan mengetahui bahwa tiada sang pemberi kenikmatan selain Allah
swt. Apabila dengan hati, rasa syukur dinyatakan dengan menyembunyikan kebaikan
bagi seluruh manusia dan menghadirkannya selalu dalam mengingat Allah swt
sehingga tidak melupakannya. Ada pun dengan lisan, yaitu dengan banyak mengucapkan
tahmid (Alhamdulillah). Sedangkan dengan anggota tubuh, dinyatakan dengan
menggunakan nikmat-nikmat Allah swt dalam menaatiNya dan menghindari penggunaan
nikmatNya untuk mendurhakaiNya. Syukur mata dinyatakan dengan menutupi setiap
kejelekan yang kita lihat dan tidak menggunakannya untuk melihat kemaksiatan.
Syukur kedua telinga dinyatakan dengan menutupi kejelekan-kejelekan yang
didengar serta mendengarkan hal-hal yang baik dan diperbolehkan saja[5].
3.
Fungsi Syukur
Dalam Kehidupan
a.
Mendekatkan
diri kepada Allah swt (meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepadaNya).
b.
Terhindar dari
sifat-sifat buruk.
c.
Hati menjadi
tenang.
B.
QONAAH
1.
Pengertian
Qonaah
Qonaah hampir
sama dan sangat berhubungan dengan syukur.
Qonaah menurut
bahasa artinya cukup atau ridlo.
Sedangkan
menurut istilah, qonaah adalah menerima apa adanya pemberian Allah swt dan
tidak ambisius memiliki nikmat yang berada di luar kemampuan manusia atau yang
dimiliki orang lain.
Qonaah juga
bisa diartikan rela menerima bagian yang diberikan oleh Allah swt kepadanya,
yang ditandai dengan sikap yang sabar dan dengan tidak menunjukkan rasa masam[6].
2.
Dasar-dasar
Perintah Qonaah
Dalam hadist
Nabi saw:
ﺃﻠﻘﻨﺎﻋﺔﻤﺎﻝﻻﻴﻓﻗﺩﻭﺩﺨﺭﻻﻴﻓﻨﻰ
Artinya:
Qona’ah itu adalah harta yang tidak akan hilang dan simpanan yang tidak akan
lenyap. (HR. Tabrani dan Jabir)
Orang yang
qonaah akan merasa cukup dengan apa yang ada walaupun yang ada hanya sedikit.
Ia akan menerima besar atau kecil dari hasil usahanya dengan penuh kerelaan
karena apa pun yang diterimanya itu adalah pemberian Allah swt.
Jadi orang
yang qonaah bukan orang yang berdiam diri, tidak mau berusaha, dan ongkang-ongkang
kaki karena menerima apa adanya. Orang yang berdiam diri dan tidak mau berusaha
namanya pemalas, bukan menerima apa adanya tetapi menghabiskan apa yang ada.
Orang yang
qonaah adalah orang yang giat bekerja dan ingin yang diperolehnya merupakan usaha
maksimal yang dilakukannya. Maka ia akan menerima dengan ridlo dan rela hati
terhadap apa yang diperolehnya itu. Orang yang qonaah tidak memerlukan yang
lebih dari apa yang diterimanya karena ia tahu bahwa apa yang diterimanya itu
adalah rizqi yang diberikan oleh Allah swt atas hasil usahanya. Meskipun
demikian, ia tetap berusaha dan tidak iri terhadap orang lain. Ia merasa senang
bahagia dengan apa yang ada.
Ciri-ciri
orang yang bersifat qonaah adalah:
a.
Menerima
dengan akhlas terhadap apa yang ada.
b.
Tidak mudah
tergoda oleh keadaan dan tipu daya dunia.
c.
Selalu
bersikap tenang dalam semua persoalan.
d.
Senantiasa
sabar dan tawakal terhadap takdir yang diberikan Allah swt.
3.
Fungsi Qonaah
Dalam Kehidupan
a.
Melatih diri
untuk selalu bersyukur atas nikmat Allah swt.
b.
Terhindar dari
sifat buruk.
c.
Hati menjadi
tenang.
d.
Menguatkan
keimanan kepada Allah swt.
e.
Disayang Allah
swt dan diberi jalan keluar setiap menghadapi permasalahan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Syukur adalah suatu
sikap perilaku seseorang yang merasa tenang, puas, dan berterima kasih atas
segala nikmat yang diberikan Allah swt kepadanya dan menggunakan seluruh nikmat
tersebut untuk taat kepadaNya dan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat.
2.
Qonaah adalah
menerima apa adanya pemberian Allah swt dan tidak ambisius memiliki nikmat yang
berada di luar kemampuan manusia atau yang dimiliki orang lain yang ditandai dengan
sikap sabar dan tawakal kepada Allah swt.
B.
Penutup
Demikian makalah tentang syukur dan qonaah
yang penulis susun. Kritik, saran, dan koreksi sangat penulis harapkan karena
penulis menyadari makalah yang penulis susun ini nasih jauh dari sempurna.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk arah
perbaikan kita, khususnya para pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hamid, Zaid
Husein. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin (karangan Imam Al Ghazali). Jakarta:
Pustaka Amani. 1995.
Anshori, Abu
Asma. Menyingkap Rahasia Kekasih Tuhan (karangan Syeikh Abdul Qadir
Jailani). Solo: CV. Ramadhani. 1989.
Departemen
Agama RI. Pendidikan Agama Islam untuk MI Kelas 5A. 2008.
Tim Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Akidah Akhlak Kelas II. Jakarta:
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. 2004.
[1] Tim Direktorat Jenderal
Kelembagaan Agama Islam, Akidah Akhlak Kelas II, Jakarta: Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004, hlm. 21.
[2] Al Kitab di
sini Maksudnya ialah Kitab yang diturunkan sebelum nabi Sulaiman, yaitu kitab
Taurat dan Zabur.
[4] Maksudnya:
nabi Muhammad saw. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul. Rasul-rasul
sebelumnya telah wafat. Ada yang wafat karena terbunuh, ada pula yang karena
sakit biasa. Karena itu nabi Muhammad saw. juga akan wafat seperti halnya
rasul-rasul yang terdahulu itu. Di waktu berkecamuknya perang Uhud tersiarlah
berita bahwa nabi Muhammad saw. mati terbunuh. Berita ini mengacaukan kaum muslimin,
sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada Abu Sufyan (pemimpin
kaum Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau nabi
Muhammad itu seorang nabi tentulah dia tidak akan mati terbunuh. Maka Allah
menurunkan ayat ini untuk menentramkan hati kaum muslimin dan membantah
kata-kata orang-orang munafik itu. (Sahih Bukhari bab Jihad). Abu bakar r.a.
mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula kegelisahan di kalangan para sahabat
di hari wafatnya nabi Muhammad saw. untuk menentramkan Umar Ibnul Khaththab
r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang kewafatan nabi itu. (Sahih
Bukhari bab ketakwaan Sahabat).
[5] Zaid Husein Al Hamid, Ringkasan
Ihya’ Ulumuddin (karangan Imam Al Ghazali), Jakarta: Pustaka Amani, 1995,
hlm. 257-258.
No comments:
Post a Comment