Thursday 30 October 2014

Tentang Syukur dan Qonaah

SYUKUR DAN QONAAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Akhlak merupakan suatu hal yang paling penting dan paling utama untuk diperhatikan dalam menjalani kehidupan manusia. Saking penting dan utamanya akhlak tersebut, Nabi Muhammad saw diutus oleh Allah swt menjadi seorang rasul di bumi untuk “Liutammima makarimal akhlak”, yaitu menyempurnakan akhlak manusia.
Akhlak yang sempurna adalah akhlak yang sesuai dengan isi Al Qur’an yang diajarkan Nabi. Namun, pada saat ini kita melihat kenyataan semakin memburuknya akhlak manusia karena pengaruh
perkembangan zaman dan pengaruh arus globalisasi.
Masyarakat yang haus akan hal-hal duniawi dan selalu merasa kurang atas apa yang telah mereka miliki telah mendominasi dunia pada saat ini. Hal itu menjadi penyebab kurangnya masyarakat untuk meningkatkan kualitas spiritualnya, dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhannya. Jadi, tidak heran jika banyak ulama menyebutkan bahwa kita telah memasuki akhir zaman.
Dari latar belakang tersebut di atas, penulis akan membahas masalah tentang bagian dari akhlak mahmudah, yaitu syukur dan qonaah, dengan harapan makalah yang kami susun ini dapat menjadi pengingat dan motivasi untuk pembaca agar bisa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan melalui penerapan salah satu bagian dari akhlak mahmudah tersebut.

B.    Rumusan Masalah
Untuk mempermudah dalam menyusun pembahasan makalah ini, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
1.     Apa yang disebut dengan syukur?
2.     Apa dasar-dasar perintah syukur?
3.     Apa fungsi syukur?
4.     Apa yang disebut dengan qonaah?
5.     Apa dasar-dasar perintah qonaah?
6.     Apa fungsi qonaah?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    SYUKUR
1.     Pengertian Syukur
Syukur menurut bahasa artinya membuka dan menyatakan, yaitu membuka dan menyatakan kenikmatan kepada orang lain, baik secara lisan dengan mengucapkan terima kasih atau Alhamdulillah (kepada Allah swt), maupun melalui perbuatan dengan bersedekah atau melakukan sifat terpuji lainnya.
Sedangkan syukur menurut istilah adalah menggunakan seluruh nikmat yang diberikan Allah swt untuk taat kepadaNya dan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat. Dengan kata lain, syukur merupakan suatu sikap perilaku seseorang yang merasa tenang, puas, dan berterima kasih atas segala nikmat yang diberikan Allah swt kepadanya.[1]
2.     Dasar-dasar Perintah Syukur
Pada dasarnya, Allah swt tidak mewajibkan manusia untuk bersyukur tetapi manusialah yang sebenarnya lebih membutuhkannya. Jika banyak di antara manusia yang bersyukur, Allah swt tidak mengambil keuntungan sedikit pun dari syukurnya. Begitu pula sebaliknya, jika banyak manusia bahkan seluruh manusia yang kufur atau tidak mau bersyukur, Allah swt tidak akan pernah merasa rugi. Akan tetapi segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia akan kembali pada dirinya sendiri.
Terdapat banyak dasar-dasar perintah untuk bersyukur, di antaranya:
a.      Dalam surat An Naml ayat 40
tA$s% Ï%©!$# ¼çnyZÏã ÒOù=Ïæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# O$tRr& y7Ï?#uä ¾ÏmÎ/ Ÿ@ö6s% br& £s?ötƒ y7øs9Î) y7èùösÛ 4 $£Jn=sù çn#uäu #É)tGó¡ãB ¼çnyZÏã tA$s% #x»yd `ÏB È@ôÒsù În1u þÎTuqè=ö6uÏ9 ãä3ô©r&uä ÷Pr& ãàÿø.r& ( `tBur ts3x© $yJ¯RÎ*sù ãä3ô±o ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur txÿx. ¨bÎ*sù În1u @ÓÍ_xî ×Lq̍x. ÇÍÉÈ
Artinya: Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[2]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".

b.     Dalam surat Ibrahim ayat 7
øŒÎ)ur šc©Œr's? öNä3š/u ûÈõs9 óOè?öx6x© öNä3¯RyƒÎV{ ( ûÈõs9ur ÷LänöxÿŸ2 ¨bÎ) Î1#xtã ÓƒÏt±s9 ÇÐÈ
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".

c.      Dalam surat Al Baqarah ayat 152
þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[3], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

d.     Dalam surat Al Imron ayat 144
$tBur î£JptèC žwÎ) ×Aqßu ôs% ôMn=yz `ÏB Ï&Î#ö7s% ã@ߍ9$# 4 û'ïÎ*sùr& |N$¨B ÷rr& Ÿ@ÏFè% ÷Läêö6n=s)R$# #n?tã öNä3Î6»s)ôãr& 4 `tBur ó=Î=s)Ztƒ 4n?tã Ïmøt6É)tã `n=sù §ŽÛØtƒ ©!$# $\«øx© 3 Ìôfuyur ª!$# tûï̍Å6»¤±9$# ÇÊÍÍÈ
Artinya: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[4]. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
 
Rasa syukur dinyatakan dengan mengetahui bahwa tiada sang pemberi kenikmatan selain Allah swt. Apabila dengan hati, rasa syukur dinyatakan dengan menyembunyikan kebaikan bagi seluruh manusia dan menghadirkannya selalu dalam mengingat Allah swt sehingga tidak melupakannya. Ada pun dengan lisan, yaitu dengan banyak mengucapkan tahmid (Alhamdulillah). Sedangkan dengan anggota tubuh, dinyatakan dengan menggunakan nikmat-nikmat Allah swt dalam menaatiNya dan menghindari penggunaan nikmatNya untuk mendurhakaiNya. Syukur mata dinyatakan dengan menutupi setiap kejelekan yang kita lihat dan tidak menggunakannya untuk melihat kemaksiatan. Syukur kedua telinga dinyatakan dengan menutupi kejelekan-kejelekan yang didengar serta mendengarkan hal-hal yang baik dan diperbolehkan saja[5].
3.     Fungsi Syukur Dalam Kehidupan
a.      Mendekatkan diri kepada Allah swt (meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepadaNya).
b.     Terhindar dari sifat-sifat buruk.
c.      Hati menjadi tenang.

B.    QONAAH
1.     Pengertian Qonaah
Qonaah hampir sama dan sangat berhubungan dengan syukur.
Qonaah menurut bahasa artinya cukup atau ridlo.
Sedangkan menurut istilah, qonaah adalah menerima apa adanya pemberian Allah swt dan tidak ambisius memiliki nikmat yang berada di luar kemampuan manusia atau yang dimiliki orang lain.
Qonaah juga bisa diartikan rela menerima bagian yang diberikan oleh Allah swt kepadanya, yang ditandai dengan sikap yang sabar dan dengan tidak menunjukkan rasa masam[6].
2.     Dasar-dasar Perintah Qonaah
Dalam hadist Nabi saw:
ﺃﻠﻘﻨﺎﻋﺔﻤﺎﻝﻻﻴﻓﻗﺩﻭﺩﺨﺭﻻﻴﻓﻨﻰ
Artinya: Qona’ah itu adalah harta yang tidak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap. (HR. Tabrani dan Jabir)
Orang yang qonaah akan merasa cukup dengan apa yang ada walaupun yang ada hanya sedikit. Ia akan menerima besar atau kecil dari hasil usahanya dengan penuh kerelaan karena apa pun yang diterimanya itu adalah pemberian Allah swt.
Jadi orang yang qonaah bukan orang yang berdiam diri, tidak mau berusaha, dan ongkang-ongkang kaki karena menerima apa adanya. Orang yang berdiam diri dan tidak mau berusaha namanya pemalas, bukan menerima apa adanya tetapi menghabiskan apa yang ada.
Orang yang qonaah adalah orang yang giat bekerja dan ingin yang diperolehnya merupakan usaha maksimal yang dilakukannya. Maka ia akan menerima dengan ridlo dan rela hati terhadap apa yang diperolehnya itu. Orang yang qonaah tidak memerlukan yang lebih dari apa yang diterimanya karena ia tahu bahwa apa yang diterimanya itu adalah rizqi yang diberikan oleh Allah swt atas hasil usahanya. Meskipun demikian, ia tetap berusaha dan tidak iri terhadap orang lain. Ia merasa senang bahagia dengan apa yang ada.
Ciri-ciri orang yang bersifat qonaah adalah:
a.      Menerima dengan akhlas terhadap apa yang ada.
b.     Tidak mudah tergoda oleh keadaan dan tipu daya dunia.
c.      Selalu bersikap tenang dalam semua persoalan.
d.     Senantiasa sabar dan tawakal terhadap takdir yang diberikan Allah swt.
3.     Fungsi Qonaah Dalam Kehidupan
a.      Melatih diri untuk selalu bersyukur atas nikmat Allah swt.
b.     Terhindar dari sifat buruk.
c.      Hati menjadi tenang.
d.     Menguatkan keimanan kepada Allah swt.
e.      Disayang Allah swt dan diberi jalan keluar setiap menghadapi permasalahan.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.     Syukur adalah suatu sikap perilaku seseorang yang merasa tenang, puas, dan berterima kasih atas segala nikmat yang diberikan Allah swt kepadanya dan menggunakan seluruh nikmat tersebut untuk taat kepadaNya dan tidak menggunakannya untuk berbuat maksiat.
2.     Qonaah adalah menerima apa adanya pemberian Allah swt dan tidak ambisius memiliki nikmat yang berada di luar kemampuan manusia atau yang dimiliki orang lain yang ditandai dengan sikap sabar dan tawakal kepada Allah swt.
B.    Penutup
Demikian makalah tentang syukur dan qonaah yang penulis susun. Kritik, saran, dan koreksi sangat penulis harapkan karena penulis menyadari makalah yang penulis susun ini nasih jauh dari sempurna.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk arah perbaikan kita, khususnya para pembaca. Amin.


DAFTAR PUSTAKA

Al Hamid, Zaid Husein. Ringkasan Ihya’ Ulumuddin (karangan Imam Al Ghazali). Jakarta: Pustaka Amani. 1995.

Anshori, Abu Asma. Menyingkap Rahasia Kekasih Tuhan (karangan Syeikh Abdul Qadir Jailani). Solo: CV. Ramadhani. 1989.

Departemen Agama RI. Pendidikan Agama Islam untuk MI Kelas 5A. 2008.

Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. Akidah Akhlak Kelas II. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. 2004.




[1] Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Akidah Akhlak Kelas II, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004, hlm. 21.
[2] Al Kitab di sini Maksudnya ialah Kitab yang diturunkan sebelum nabi Sulaiman, yaitu kitab Taurat dan Zabur.
[3] Maksudnya: Aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.
[4] Maksudnya: nabi Muhammad saw. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul. Rasul-rasul sebelumnya telah wafat. Ada yang wafat karena terbunuh, ada pula yang karena sakit biasa. Karena itu nabi Muhammad saw. juga akan wafat seperti halnya rasul-rasul yang terdahulu itu. Di waktu berkecamuknya perang Uhud tersiarlah berita bahwa nabi Muhammad saw. mati terbunuh. Berita ini mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada Abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). Sementara itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau nabi Muhammad itu seorang nabi tentulah dia tidak akan mati terbunuh. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk menentramkan hati kaum muslimin dan membantah kata-kata orang-orang munafik itu. (Sahih Bukhari bab Jihad). Abu bakar r.a. mengemukakan ayat ini di mana terjadi pula kegelisahan di kalangan para sahabat di hari wafatnya nabi Muhammad saw. untuk menentramkan Umar Ibnul Khaththab r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang kewafatan nabi itu. (Sahih Bukhari bab ketakwaan Sahabat).
[5] Zaid Husein Al Hamid, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin (karangan Imam Al Ghazali), Jakarta: Pustaka Amani, 1995, hlm. 257-258.
[6] Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, op cit, hlm. 66.

No comments:

Post a Comment